Pages

Pahlawan dan Pembudayaan Nilai Kepahlawanan

REIZA D. DIENAPUTRA

BICARA tentang pahlawan, kacamata awam umumnya masih banyak tertuju pada sosok jagoan yang memiliki kualifikasi "maha" di medan pertempuran. Pahlawan masih sering diidentikkan dengan seseorang yang memegang senjata dan terjun di medan perang serta bertempur habis-habisan melawan musuhnya. Pahlawan adalah seseorang yang harus selalu pernah memuntahkan peluru dari senjata yang dimilikinya dan bila perlu ia pun harus gugur akibat peluru atau senjata musuh-musuhnya. Tegasnya, pahlawan selalu diidentikkan dengan seseorang yang berjuang dengan berdarah-darah. Benarkah demikian?

Kenyataannya tidak. Kepahlawanan adalah berbagai hal yang berkait erat dengan sifat pahlawan. Dengan demikian, pahlawan itu jelas tidak selalu harus seseorang atau mereka yang berlaga di medan perang, mengangkat senjata dalam melawan musuh atau gugur di medan pertempuran. Pahlawan bisa juga mencakup seseorang atau mereka yang tidak pernah bertempur di medan perang.

Pahlawan adalah seseorang atau mereka yang telah memperlihatkan sikap-sikap unggul dan terpuji dalam keberanian, kepeloporan, serta kerelaan berkorban dalam membela atau memperjuangkan kebenaran dan kepentingan rakyat kebanyakan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan "manusiawi" tentang sosok pahlawan, simaklah dengan cerdas syair lagu Bung Hatta buah karya Iwan Fals berikut ini, "Tuhan, terlalu cepat semua, Kau panggil satu-satunya yang tersisa, proklamator tercinta. Jujur, lugu, dan bijaksana, mengerti apa yang terlintas dalam jiwa rakyat Indonesia. Hujan air mata dari pelosok negeri saat melepas engkau pergi. Berjuta kepala tertunduk layu, terlintas nama seorang sahabat yang tak lepas dari namamu. Terbayang baktimu, terbayang jasamu, terbayang jelas jiwa sederhanamu. Bernisan bangga, berkembang doa, dari kami yang merindukan orang sepertimu."

Berpijak pada pengertian itu, jelaslah bahwa terlalu sempit mengartikan pahlawan hanya bagi mereka yang berjuang demi kepentingan bangsa dan negara dengan cara mengangkat senjata serta bertempur di medan perang atau bahkan harus gugur di medan pertempuran. Pelurusan pemahaman tentang arti pahlawan ini menjadi salah satu hal penting yang perlu dilakukan.

Dengan adanya pemahaman tepat tentang pengertian pahlawan bisa dipastikan akan berdampak luas bagi upaya pembudayaan nilai-nilai yang ditinggalkan para pahlawan. Lebih dari itu, pelurusan pemahaman ini juga akan membuat peluang jadi pahlawan menjadi terbuka bagi setiap orang tanpa harus mengangkat senjata apalagi mati di medan pertempuran. Sebutan atau gelar pahlawan terbuka bagi setiap orang asalkan ia memiliki sikap-sikap yang unggul dan terpuji dalam keberanian, kepeloporan, dan kerelaan berkorban dalam membela kebenaran serta memperjuangkan kepentingan rakyat.

Sementara itu, menghargai jasa para pahlawan tentu tidak cukup dengan hanya sebatas memberi secarik kertas penghargaan, ataupun melekatkan nama pahlawan sebagai nama sebuah jalan, gedung, bandara, lapangan olah raga, dan lain sebagainya. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana nilai-nilai keteladanan yang dimiliki para pahlawan tersebut dapat dijadikan pedoman dan tuntunan berperilaku, tidak hanya bagi generasi muda tetapi bagi seluruh komponen bangsa ini. Dalam kaitan itulah, perlu kiranya diterapkan strategi pembudayaan yang tepat agar nilai-nilai keteladanan yang ditinggalkan para pahlawan dapat benar-benar membumi di tengah bangsa yang melahirkannya.

Strategi dapat dipahami sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Pembudayaan yang berasal dari akar kata budaya dimaknai sebagai proses, perbuatan, cara memajukan budaya atau proses dari segala sosial budaya menjadi suatu adat atau pranata yang mantap. Dengan demikian, strategi pembudayaan memiliki pengertian sebagai sebuah rencana yang sistematis dan terstruktur untuk menjadikan sebuah nilai budaya menjadi sebuah kebiasaan atau pranata yang "membumi" di tengah masyarakat.

Strategi pembudayaan nilai-nilai kepahlawanan dapat disusun dalam berbagai langkah sebagai berikut. Pertama, pengenalan para pahlawan. Kedua, optimalisasi peran media massa. Ketiga, pengayaan metode penyampaian. Keempat, keteladanan perilaku.

Pengenalan pahlawan merupakan suatu proses untuk mengenali sosok dan perjalanan hidup pahlawan. Pengenalan bisa dilakukan dengan cara menyediakan berbagai jenis sumber informasi yang berkait erat dengan pahlawan dan kepahlawanan. Sumber-sumber informasi tersebut dapat berupa sumber-sumber tertulis, sumber lisan, sumber benda maupun sumber visual.

Media massa, baik cetak maupun elektronik, tidak bisa dipungkiri merupakan saluran komunikasi paling ampuh untuk dapat mentransformasikan nilai-nilai kepahlawanan. Dengan semakin "membuminya" media cetak maupun media elektronik, kini dapat dikatakan hampir sebagian besar masyarakat, kaya maupun miskin, tua maupun muda, pernah bersentuhan akrab dengan media massa, baik secara keseluruhan maupun sebagian kecil saja. Bagaimana tingginya peran media massa dalam memopulerkan serta memasyarakatkan pesan dan membangun citra seseorang, dapat dilihat dari ketatnya "perang" tampilan berbagai gambar visual dan cetak di media massa. Termasuk di dalamnya "perang" yang berkaitan dengan pemilihan presiden yang baru lalu.

Untuk itu, kini sudah pada tempatnya apabila pembudayaan nilai-nilai kepahlawanan pun dilakukan secara intensif melalui media massa. Pemutaran film-film dokumenter maupun film-film kepahlawanan, serta pesan-pesan singkat yang menjadi karakter dan trade mark pahlawan dapat kiranya dijadikan salah satu alternatif unggulan yang dapat ditempuh bagi pembudayaan nilai-nilai kepahlawanan.

Mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan saluran komunikasi berupa media massa ini maka pilihan kerja sama dengan media dapat menjadi alternatif terbaik. Dengan landasan berpikir bahwa pembudayaan nilai kepahlawanan merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa maka diharapkan ada kearifan dari para pemilik media massa untuk dapat memberikan ruang yang proporsional bagi upaya pembudayaan itu. Dalam relasi inilah, meminjam istilah Jakob Oetama (1991), media massa dapat menampilkan dirinya sebagai lembaga masyarakat yang turut menyebarluaskan dan membudayakan nilai serta kebajikan budaya warga negara. Agar keberadaan dan peran media massa ini dapat benar-benar teroptimalkan, para pembuat kebijakan harus memperhatikan dengan cermat dan cerdas unsur-unsur pokok yang akan menentukan keberhasilan proses komunikasi. Yaitu pengirim, pesan, saluran komunikasi, penerima, pemaknaan atau interpretasi komunikan, gangguan komunikasi, dan umpan balik.

Seringkali sebuah pesan tidak dapat tersampaikan karena ketidaktepatan metode yang digunakan. Padahal, dalam kaitannya dengan pembudayaan nilai-nilai kepahlawanan, pemilihan metode yang tepat akan sangat menentukan tersampaikannya pesan dengan baik. Dengan demikian, kalaulah pembudayaan akan ditempuh dengan tidak menggunakan media massa dan dalam lingkup yang lebih terbatas maka hendaklah dilakukan pengayaan metode penyampaian pesan. Antara lain metode ceramah dialogis, kunjungan lapangan, temu pahlawan atau keluarga pahlawan.

Di luar itu semua, metode penyampaian dapat dilakukan dengan melalui perantaraan kesenian, khususnya seni musik. Melalui musik seringkali pesan dapat tersampaikan lebih manusiawi dan lebih menyentuh, tanpa ada rasa keterpaksaan. Simaklah dengan seksama lagu-lagu seperti Pantang Mundur, Kebyar Kebyar, Bung Hatta, dan Jenderal Sudirman, untuk menyebut sebagian di antaranya. Ekspresi kecintaan terhadap sosok pahlawan dapat terekam dengan jelas dalam syair lagu Bung Hatta buah karya Iwan Fals di atas, misalnya.

Pada akhirnya, semua upaya yang dilakukan di atas tidak akan mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh adanya keteladanan perilaku dari mereka-mereka yang menjadi motor pembudayaan dan lebih khusus lagi mereka-mereka yang ditokohkan atau merasa dirinya menjadi tokoh. Keberadaan perilaku yang bisa diteladani ini memiliki peran strategis bagi bangsa ini karena akan menjadi cermin langsung dalam bertindak dan berperilaku. Sehebat apa pun pembudayaan dilakukan, apabila tidak diimbangi oleh adanya keteladanan perilaku yang nyata-nyata bisa mereka lihat sehari-hari bisa jadi semuanya tidak akan mendatangkan hasil yang optimal.

Dengan demikian, pembudayaan nilai kepahlawanan ini, sekali lagi, haruslah melibatkan seluruh komponen bangsa, termasuk mereka-mereka yang kini merasa menjadi tokoh atau ditokohkan oleh masyarakat. Betapa pun perilaku mereka-mereka yang merasa dirinya menjadi tokoh atau ditokohkan sedikit banyaknya akan dijadikan model atau panutan oleh segenap komponen bangsa. Bila para tokoh tersebut mampu menampilkan perilaku-perilaku jujur akan jujurlah bangsa ini. Bila para tokoh tersebut mampu menunjukkan sikap-sikap yang memperlihatkan kehalusan budi akan santun dan etislah para anak muda bangsa ini. Bila para tokoh tersebut mampu memperlihatkan sikap hidup sederhana akan sederhana pulalah pola hidup bangsa ini. Bila para tokoh tersebut mampu memperlihatkan ketaatan terhadap hukum akan tertiblah bangsa ini.

Sebaliknya, bila para tokoh tersebut menjadikan kebohongan publik sebagai perilaku yang wajar-wajar saja maka jadilah bangsa ini sebagai bangsa yang hidup dengan penuh kemunafikan. Bila yang diperlihatkan adalah perilaku-perilaku kasar maka akan keras pulalah watak bangsa ini dan perilaku biadab pun akan menjadi sesuatu yang lumrah-lumrah saja. Bila para tokoh berlaku hedonis maka jadilah bangsa ini sebagai hedonis-hedonis yang menempatkan materi sebagai ukuran segala-galanya sehingga menjadi sah-sah saja bila itu harus ditempuh dengan menghalalkan segala cara, termasuk bila harus memakan uang rakyat sekalipun.

Sebaliknya juga, bila para tokoh tersebut memperlihatkan perilaku yang selalu melecehkan hukum maka akan semakin terbiasalah bangsa ini untuk melakukan berbagai pelanggaran hukum dan hukum pun akan dipandang sebagai pisau bermata ganda, tajam manakala berhadapan dengan rakyat kecil dan menjadi tumpul atau tidak berfungsi sama sekali manakala berhadapan dengan penguasa atau pemegang uang. Dengan demikian, jelas betapa pentingnya pembudayaan nilai kepahlawanan dilakukan secara hirarkis oleh segenap elemen bangsa.***



Penulis, Lektor Kepala pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan Dosen Luar Biasa pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab IAIN Sunan Gunung Djati.

Sumber : Pikiran-rakyat.com

No comments: