Pages

Zakat Tidak Untuk Disalurkan

Jakarta - Ingat cerita Rasul SAW memberdayakan sahabatnya yang miskin? Kisah ini termasyhur dan jadi inpirasi bagi upaya memberdayakan kaum miskin, bahkan sampai sekarang. Dikisahkan, seorang Sahabat rasul mengadukan kondisi kehidupan dirinya yang tak berpunya. Untuk makan sehari-hari ia berkekurangan. Maka ia menghadap Rasul yang Mulia dan menceritakan apa yang terjadi padanya.

Muhammad Rasulullah SAW segera tanggap dan bertanya. “Apa yang engkau miliki ya Sahabatku”. Barang yang berharga yang dimiliki sahabat ini hanyalah sebuah cangkir. Maka rasul segera melelang cangkir ini kepada sahabat lainnya.

“Wahai sahabatku, siapa yang kiranya mau membeli cangkir ini?” demikian beliau melelang barang. Beberapa sahabat menawar dan rasul menolak karena harganya belum dianggap pantas. Sejenak kemudian Rasul sepakat dengan sebuah harga untuk cangkir ini dan dijualnya.

Dan selanjutnya yang terjadi adalah Rasul SAW tak memberikan uang itu kepada sahabatnya yang membutuhkan untuk makan sehari-hari. Rasul meminta dana ini dibelikan sebuah kapak. Pada waktu itu kapak adalah sarana kerja bagi pencari kayu bakar, sebuah sumber energi untuk masak dan keperluan rumah tangga pada masa itu. Rasul meminta sahabat ini bekerja keras sampai memperoleh kehidupan dari bekerja. Dan Sahabatnya ini menaati sehingga mampu mendapatkan nafkah dengan bekerja.

Kisah sahabat dan kapak ini mengispirasi pemberdayaan kaum miskin dengan upaya memberikan aset produktif dan bukan uang konsumtif. Aset produktif adalah apa saja yang mempu dijadikan sarana bekerja dan berupaya mencapai penghasilan dan menjemput rizki dari Allah SWT. Bekerja adalah suatu yang mulia. Maka mendorong kaum miskin bekerja adalah mengembalikan kemuliaan mereka, menemukan sendiri rizki yang dijanjikan Allah SWT dengan upaya sendiri dan bukan meminta. Bukankah Allah SWT lebih mencintai umatnya yang kuat dibanding yang lemah.

Maka siapa bilang zakat harus disalurkan. Istilah “disalurkan” ini sudah menjebak kita. Maka terjadi pembagian amplop zakat di mana-mana. Alih-alih disalurkan, maka yang terjadi benar-benar dibagi-bagi dan disebarkan. Lalu buat apa ada Amil, sebuah profesi yang dicantumkan oleh Allah SWT di Al Qur’an. Peran strategis Amil adalah mengubah sumber dana zakat menjadi aset produktif untuk mengubah kemiskinan menjadi kemakmuran.

Zakat yang jadi kewajiban setiap kaum muslim yang mampu harus dihimpun, dikelola, dan didayagunakan semaksimal mungkin oleh para pengelola zakat agar menjadi aset produktif bagi kaum dhuafa. Zakat, infaq/Sedekah dan waqaf dapat juga dimanfaatkan sebagai social security system untuk menjamin pemenuhan hak dasar manusia semisal hak hidup, kesehatan, pendidikan dan sebagainya yang berupa kewajiban kifayah, kewajiban jama’i.

Saya percaya dengan peningkatan kualitas lembaga-lembaga zakat, kaum muslimin sudah mulai memahami bagaimana seharusnya zakat didayagunakan. Maka jangan heran kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga zakat terpercaya di Indonesia terus meningkat, mencapai 30% setiap tahunnya. Artinya semakin sadar para muzaki memahami bahwa zakat bukan sekadar untuk disalurkan, tapi didayagunakan untuk mengangkat harkat umat.

Moh. Arifin Purwakananta
Direktur Program Dompet Dhuafa, Ketua Presidium Gerakan Zakat untuk Indonesia

Sumber detik.com

Zakat dan Peta Pengentasan Kemiskinan

Malang benar Indonesia ini. Negara ini sebagian besar rakyatnya mempercayai zakat sebagai suatu sistem penting untuk pengentasan kemiskinan - dan juga sangat gemar berzakat - namun keyakinan ini tak nyambung dengan keyakinan negara. Zakat adalah wacana kesalehan., wacana peribadatan dan belum menjadi pemikiran pembanguan sosial apalagi sebagai diskursus ekonomi. Dalam peta pengentasan kemiskinan zakat mungkin cuma pelipur lara.
Banyak kita tak sempat menggali ajaran Zakat. Tak heran banyak yang tak mengerti zakat. Kita tahu sebatas kewajiban zakat yang 2,5 persen. Bagaimana zakat dikumpulkan, bagaimana zakat di administrasikan dan didistribusikan tak menjadi penting bagi kita. Bayangkan kebijakan strategis Rasulullah ketika membentuk tim Amilin yang berkembang kemudian menjadi baitul maal. Bayangkan juga bagaimana zakat (juga infaq, sedekah, wakaf dll) dihimpun dan didayagunakan untuk pembangunan negara dan dakwah pada masa itu. Kita sering dengar tentang kisah zakat di zaman Umar Bin Abdul Aziz yang fenomenal itu.
Istilah penyaluran zakat sangat menjebak. Karena akhirnya zakat benar-benar disalurkan dan didistribusikan dalam bentuk uang zakat itu sendiri. Lihatkah budaya memberikan amplop uang zakat. Padahal ditetapkannya Amil Zakat adalah untuk memetakan, merencanakan, mengembangkan dan memberdayakan zakat sebagai suatu komponen sumberdaya yang akan memakmurkan ummat. Jadi zakat memang harus didayagunakan, bukan sekedar disalurkan. Karena targetnya adalah memberdayakan, bukan sekedar keterampilan mendata si miskin, adalah penting memahami anatomi kemiskinan dan menemukan obat bagi penyakit sosial ini. Zakat harus di arsiteki secara terpadu bersama kekuakan pembangunan umat lainnya seperti sektor keuangan, perdagangan, permodalan, asuransi, pariwisata dll. Jadi zakat tak tunggal sebagai obat bagi kemiskinan. Ia harus holistic. Makanya butuh kebijakan kepimimpinan dan aturan yang cantik dan memberdayakan.
Ajaran zakat membuat kondisi kesalehan ummat maneingkat karena zakat mengajak kita semua mengaitkan kehidupan keseharian kita dengan kawajiban dan penglihatan Allah Swt. Tijaroh dan semua sektor pekerjaan rakyat kita dihitung dengan mengaitkannya dengan kewajiban zakat dan anjuran peduli kepada orang lain. Maka kondisi ini menciptakan kesalehan ummat. Jangankan mengurangi timbangan atau kecurangan perdagangan lainnya, dari keuntungan halalpun kita diharapkan menyisihkannya buat mereka yang tidak berpunya. Budaya zakat akan membentuk budaya bersih dan adil.
Zakat juga adalah sumberdaya yang tak kunjung henti. Selama kewajiban zakat masih ada, maka zakat adalah sumber daya abadi sampai hari kiamat. Namun keabadian zakat tak berbanding lurus dengan jaminan kecemerlangan zakat. Tiga unsur zakat yaitu muzakki, mustahik (asnaf) dan Amil adalah penentu zakat berdaya atau tidak. Maka kesuksesan zakat harus serius diupayakan bukan ditunggu atau sekedar dimpikan.
Lalu sudahkan kita ada dalam barisan pendukung konsep zakat?

Moh. Arifin Purwakananta
Direktur Program Dompet Dhuafa
Ketua Persidium gerakan Zakat Untuk Indonesia
Ketua Umum Humanitrian Forum Indonesia

Parade Kebajikan

Maukah kita mengakui bahwa kita juga punya andil - secara sadar atau tidak - membangun dan mengembangan budaya kemiskinan. Kita mendorong orang untuk terus meminta. Kita malah senang jika lebih banyak orang lagi yang menggantungkan hidupnya dari kita. Kita membiarkan sekeliling kita terus meminta-minta dan terus miskin di hadapan kita. Lalu kita memberi sedikit santunan, dan merencanakan akan teus memberi santunan tahun depan dan tahun depan lagi. Alih-alih ingin terus membantu, Kita menikmati kemiskinan mereka.
Masyarakat membentuk sendiri budayanya. Dan kini maraknya rangsangan parade kebajikan kita mengguncang harga diri simiskin untuk memilih tetap menjadi miskin. Kita biarkan rakyat antri untuk membeli minyak tanah. Kita merasa lumrah ketika menyaksikan rentetan pengemis jalanan. Kita tak sedih menyaksikan masyarakat kita berdesakan antri BLT. Kemudian kita terhenyak ketika menyaksikan korban antrian zakat yang mengenaskan.
Maka kedermawanan adalah ujian. Kita sering tergoda untuk mengarsiteki event pemberian bantuan yang dramatis. Antrian orang miskin yang berdesakan adalah objek foto dan kamera yang manarik. Untuk sekedar konsumsi ego kita, misalnya, sering kita biarkan anak panti asuhan menunggu berjam-jam sebelum acara penyerahan amplop-amplop santunan di atas panggung bertajuk pentas buka puasa bersama, dan fotonya besok terpampang di koran bertulis nama kita dan perusahaan kita.
Tak perlu berhenti menjadi dermawan. Yang bisa kita ubah adalah kualitas kedermawanan kita. Parade kebajikan yang kita pertontonkan selama ini perlu kita revisi tujuannya, pendekatannya, caranya, dan sasarannya. Syukur bila kita mulai masuk pada pendekatan pemberdayaan. Membangkitkan saudara kita dengan mengupayakan stimulan dan pendampingan yang cukup agar pemberian kita memerdekakannya dari kondisi yang menjepit selama ini. Mungkin hal ini sulit dilakukan oleh para penderma. Mungkin inilah hikmahnya untuk konteks ajaran zisfaf, Rasululullah Saw. membangun dan mengoperasikan institusi amil zakat untuk menghimpun dan mendayagunakan zakat, infaq, shadaqah dan waqaf.

Korban Pembagian Zakat

Tragedi meninggalkan 21 Orang masyarakat miskin di Pasuruan sangat mengenaskan. Sebagai seorang yang 9 ini bergelut di dunia zakat, in sangat memukul. Zakat harusnya menghidupkan bukan mematikan. Zakat harusnya menyuburkan kehidupan bukan menegasikan kehidupan.

Tragedi ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang menginginkan dana zakat an mengetahui kebiasaan membagi zakat. Sehingga jumlah pemohon zakat membluak dan tak biosa dikontrol.

Saya mencermati analisis dialog di TV baru-baru ini mangatakan bahwa salah satu penyebab orang kaya membayarkan zakat secara langsung adalah kurangnya kepercayaan masyarakat kepada badan amil zakat yang ada. Saya sendiri melihat ada beberapa hal yang patut kita perhatikan.

Kemiskinan

Kemiskinan Indoensia ada dilapisan terbawahnya. Dan ini setiap tahun tak juga pupus. Angka statistik kemiskinan diragukan untuk melihat jumlah si miskin sebenarnya. Kamiskinan ini tersebra di desa dan kota. Zakat saja tak mampu mengatasi kemiskinan. Kemiskinan harus ditumpas dengan kebijakan holistic dan keberpihakan kepada masyarakat banyak, bukan saja pada pemodal.

Pandangan Fikih

Fikih zakat di Indonesia masih membolehkan muzakki membayar langsung ke masyarakat. Ini juga adalah tradisi masyarakat islam. Namun dalam kondisi tidak normal seperti ini tradisi membagikan zakat langsung akan sangat berbahaya. Membayarkan zakat kepada lembaga belum menjadi suatu kewajiban.

Kelembagaan

Pemerintah melalui Badan Amil Zakat belum berperan maksimnal. Dengan luasnya wilayah republik ini dan ketidak berdayaan penangannnya zakat belum ditangani maksimal. Malahan Peran swasta berupa Lembaga Amil Zakat lebih maju dalam pengelolaan zakat. Walau sudah bisa disyukuri model kelembagaan ini pun tak mampu menjaring seluruh wilayah kemiskian Indonesia. Dengan kepercayaan yang minim pada negara, pemberdayaan zakat tetap harus melibatkan rakyat.

Aturan Pengelolaan Zakat

Aturan pengelolaan zakat harus memberdayakan seluruh potensi pengembangan zakat. Negara jharus menumbuhkan peran publikd alam pengelolaan zakat, sekaligus mengawasi, mengkordinir, menjewer lembaga-lembaga zakat yang nakal. Dengan demikian masyarakat tetap nyaman berzakat tanpa kehilangan kepercayaannya dan zakat dapat dioptimalkan oleh lembaga-lembaga amiol zakat.

Moh. Arifin Purwakananta
Ketua Presidium Gerakan Zakat Indonesia
0818152007